6 Januari 2016
"Hidup Kadang Gak Adil", Apa Berarti Tuhan Juga?
Sering saya dengar orang bilang, “hidup
itu kadang gak adil, walaupun begitu.....”. Sebenernya, saya sedikit
sebal mendengar kata-kata ini. Kenapa? Karena sepertinya secara gak langsung
mengatakan bahwa Tuhan itu juga kadang gak adil. Koq bisa? Tentu saja. Siapa
sih pencipta kehidupan ini? Tuhan kan? Kalo apa yang diciptakan itu kadang gak
adil, berarti sama juga donk dengan yang menciptakan. Ciptaan, sedikit banyak
juga “menggambarkan” penciptanya,kan? Mungkin ada yang marah mendengar komentar
saya di atas. Tapi, jujur, saya sebel. Dan, yah, sedikit banyak , saya merasa
kata-kata itu adalah pembenaran, sekaligus penghiburan. “hidup kadang gak
adil”, itu adalah ungkapan “emosi” kita karena melihat “ketidakadilan
kehidupan”(itu adalah pendapat menurut kita), sedangkan kata-kata,”walaupun
begitu....”, itu adalah penghiburan atas ketidakadilan yang kita rasakan, agar
kita dapat terus maju. Tapi, bukankah dengan begitu, kita secara gak langsung
jadi meragukan keadilan Tuhan? Pada suatu titik, bisa jadi karena pemikiran
seperti itu, kita justru “marah” kepada Tuhan. Karena terus memaksakan
pemikiran seperti itu, namun kenyataannya selalu kembali pada hal yang sama.
Pun, jika tidak “marah”, seringkali kita jadi menutup hati dan mata kita atas
segala realitas yang ada.
Tapi, masa’ Tuhan itu gak adil? Bagaimana itu mungkin? Apa sih
yang sebenarnya dimaksud dengan keadilan? Di mana keadilan Tuhan? Adil Selama
ini, kita seringkali mendefinisikan adil sebagai sama rata.
Sesuatu dikatakan adil, jika sama-sama
memiliki.....Padahal, seperti kita tahu, sudah menjadi sunnatullahNya/kodratNya
manusia itu berbeda. Berbeda dalam kepribadian, kondisi, ataupun fisik. Jika
manusia tercipta dalam kondisi yang sama, apakah itu bisa dikatakan manusia?
Bukankah kalo’ kaya’ gitu jadinya sama dengan barang-barang pabrikan ciptaan
manusia, yang diciptakan dalam kondisi yang sama, dan hasil yang sama? Apakah
kita mau memiliki kualitas yang sama dengan barang-barang pabrikan itu? Lalu,
jika itu terjadi, bagaimanakah dengan kelebihan yang dimiliki manusia dengan
keberagaman yang mereka miliki (dibahas lebih lanjut di lain posting). Benarkan
keadilan itu sesuatu yang justru membuat kita tidak istimewa? Lalu, yang perlu
ditanyakan kembali, benarkah yang itu yang dinamakan keadilan? Sama rata? Jika
tidak, lalu apakah itu keadilan? Menurut saya, keadilan itu, ada pada
sunnatullahNya, hukum Tuhan, atau kadang ada yang menyebutnya hukum alam. Apa
maksudnya? Dengan adanya sunnatullah, kita dapat hidup secara adil. Misalnya
saja : Dengan berbagai sunnatullah yang telah Ia atur, manusia yang awalnya
berada di taraf bawah, mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi sukses,
dengan yang berada di kalangan atas. Buktinya? Ada banyak orang yang mendaki
dari bawah, untuk mendapatkan kesuksesan. Tidak jarang dari mereka yang sukses.
Pun, tidak kalah dari orang yang startnya lebih tinggi dari mereka. Begitu pula
dari yang berada di posisi lebih tinggi, bisa saja berada di bawah. Semua itu,
tergantung dari pilihan dan tindakan mereka.
Jika mereka memilih sunnatullah untuk
sukses (misal : berusaha keras dan cerdas), maka mereka akan sukses, gak peduli
siapapun mereka dan darimana mereka berasal). Begitu pula jika mereka tidak
melakukan sunnatullah untuk sukses, siapapun dia, dia gak akan bisa menjadi
sukses. Sama halnya dengan orang yang memiliki keterbatasan. Apapun
keterbatasan yang mereka miliki, itu bukan halangan bagi mereka untuk hidup
bahagia dan sukses. Asalkan mereka menjalankan sunnatullahNya. Bahkan bisa jadi
kesuksesan mereka mungkin “lebih” dari orang yang normal secara fisik. Adil
bukan?Setiap orang mendapatkan hal yang setimpal untuk perbuatan mereka. Setiap
orqang memiliki kesempatan untuk meraih keinginannya. Setiap orang pasti akan
mendapat konsekuensi dari setiap perbuatan mereka. Tersedia begitu banyak jalan
buat kita. Tinggal bagaimana kita memilih dan menjalankan konsekuensinya.
Keadilan, bukan terletak pada kondisi yang terlihat, tetapi dari “jalan-jalan”
yang kita pilih dan “pengorbanan” untuk mencapainya, dari kesempatan dan
potensi yang terbuka untuk mencapai “kesuksesan”. Sekalipun, ia gak mencapainya
dalam satu waktu, tetapi bukan berarti ia gak akan bisa mencapai tujuannya.
Bahkan, ia mendapatkan “pelajaran hidup” sebagai gantinya, sebagai bekal untuk
“kesuksesan” yang akan diraihnya kelak. Tiap orang memiliki kesempatan yang
sama untuk meraih berbagai hal, untuk mengembangkan dirinya. Tidak peduli
bagaimanapun kondisi awal dirinya. Asalkan apa yang kita pilih, memang sesuai
dengan tujuan kita, dan apa yang kita lakukan memang sesuai dengan tujuan dan
pilihan kita. Jika yang kita pilih itu positif, ya akan mengarah pada hal yang
positif, jika negatif ya akan mengarah kepada hal yang negatif pula. Justru
saat Tuhan memberikan keadilan dalam bentuk kesama-rataan, maka kita tidak akan
mencapai kemajuan peradaban yang seperti sekarang, pun tidak ada kreatifitas,
juga bisa jadi, tidak akan sedih dan senang. Karena semuanya sama rata, tidak
ada dinamika, tidak ada perbedaan sebagai pemicunya. Justru, saat Tuhan
menciptakan semua dalam keadaan sama rata, tidak akan dunia yang sesempurna dan
seluar biasa ini untuk ditinggali.
Kita tidak seharusnya menyalahkan keadaan atas segala yang
terjadi, tapi seharusnya, kitalah yang mengubahnya. Kita lah yang dititipkan
kemampuan untuk itu, oleh Tuhan. Yang diberi tanggung jawab untuk mengubahnya
bukan Tuhan, tetapi kita. Kita semua, bersama, sebagai manusia. Bukan sebagai
satu suku, agama, ras, atau yang lainnya.Tetapi sebagai manusia. Seperti halnya
manusia yang merupakan makhluk sosial, begitu pula dengan sunnatullah antar
manusia akan saling berhubungan, dan membawa pada konsekuensi tersendiri.
Kesimpulan Jangan pernah menyalahkan kehidupan atas apa yang telah terjadi.
Kita manusia, yang diberkahi dengan “perlengkapan canggih” untuk “mengupgrade”
kehidupan. Jika seandainya terdapat sesuatu yang tidak seharusnya, itu berarti
adalah kesempatan kita untuk mengubahnya. Merupakan keputusan kita, untuk
menjadikan kehidupan kita bahagia atau bukan. Merupakan keputusan kita, untuk
menjalankan sunnatullahNya atau tidak. Kita gak akan rugi sama sekali dengan
menjalankannya, justru banyak untung yang akan kita dapatkan. “Tuhan gak
akan mengubah nasib suatu kaum, sampai kaum itu mengubahnya sendiri” =>
Tuhan sudah memberikan bekal freewill, dan berbagai hal lain (yang gak bisa
terhitung jumlahnya) pada kita untuk melakukannya.
Masihkah kita merasa itu gak adil? Masihkah kita bermanja pada
Tuhan kita, dan protes sana-sini? Tuhan pun menciptakan kita, bukan agar kita
jadi seenaknya sendiri. Akan selalu ada akibat karena ada sebab, itu yang
“diajarkan” Tuhan pada kita, melalui sunnatullah-sunnatullahNya. Agar kita
selalu belajar dan belajar menjadi lebih baik.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar (+add yours?)
Posting Komentar